Di Jakarta Tak Ada yang Gratis, Sholat Pun Harus Bayar Rp 2.000,- Jika ada istilah "tidak ada yang gratis di Jakarta", maka apa yang terjadi di Musala Pengadilan Negeri Jakarta Barat bisa menjadi bukti kebenaran istilah tersebut. Meski sifatnya sukarela, seseorang di musala itu diminta membayar Rp 2.000 untuk urusan menghadap Tuhan alias salat.
Sesudah menjalankan salat, seorang petugas berseragam safari cokelat tua sudah sigap menjaga di depan pintu keluar musala. Penjaga tersebut duduk di bangku depan meja berukuran 2 X 1 meter, tangan kanannya langsung mengarah ke kotak sumbangan yang di atasnya menumpuk uang pecahan Rp 2.000 sebanyak empat lembar.
"Uang kebersihannya mas," ucapnya singkat.
Petugas bernama Enjenk itu kemudian membereskan tumpukan uang yang dibayarkan para jamaah usai melaksanakan salat itu.
Sementara itu, Bima, pegawai swasta yang baru saja selesai melakukan salat di musala yang terletak di basement Pengadilan Negeri Jakarta Barat itu menyesalkan pemungutan uang Rp 2.000 itu.
"Kecewa sih, masa salat saja diminta bayaran," kata Bima.
Bima berharap, seharusnya urusan menghadap Tuhan tak dibuat susah, apalagi dimintai bayaran. Sebab, hal itu tentu sangat bertentangan dengan nurani.
"Saya sih enggak masalah harus bayar Rp 2.000, soalnya enggak setiap hari ke pengadilan, coba kalau karyawan atau orang yang berjualan di sini, bisa tekor," katanya.
Sesudah menjalankan salat, seorang petugas berseragam safari cokelat tua sudah sigap menjaga di depan pintu keluar musala. Penjaga tersebut duduk di bangku depan meja berukuran 2 X 1 meter, tangan kanannya langsung mengarah ke kotak sumbangan yang di atasnya menumpuk uang pecahan Rp 2.000 sebanyak empat lembar.
"Uang kebersihannya mas," ucapnya singkat.
Petugas bernama Enjenk itu kemudian membereskan tumpukan uang yang dibayarkan para jamaah usai melaksanakan salat itu.
Sementara itu, Bima, pegawai swasta yang baru saja selesai melakukan salat di musala yang terletak di basement Pengadilan Negeri Jakarta Barat itu menyesalkan pemungutan uang Rp 2.000 itu.
"Kecewa sih, masa salat saja diminta bayaran," kata Bima.
Bima berharap, seharusnya urusan menghadap Tuhan tak dibuat susah, apalagi dimintai bayaran. Sebab, hal itu tentu sangat bertentangan dengan nurani.
"Saya sih enggak masalah harus bayar Rp 2.000, soalnya enggak setiap hari ke pengadilan, coba kalau karyawan atau orang yang berjualan di sini, bisa tekor," katanya.
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar